Pentingnya Literasi di Era Digital bagi Mahasiswa: Masalah dan Solusi

 


Revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan besar dalam kehidupan mahasiswa. Kini mereka hidup di era serba digital dan modern. Informasi begitu mudah diakses hanya dengan sekali sentuh di layar gawai. Sayangnya, kemudahan mengakses informasi ini tak selalu berdampak positif. Tanpa literasi yang memadai, mahasiswa justru rentan terjebak informasi tak benar dan konten digital berbahaya.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan literasi di era digital ini? Menurut Nurjannah (2022), literasi digital tidak sekadar kemampuan membaca dan mengetik. Namun mencakup kecakapan seseorang dalam mencari, memilah, memahami, mengevaluasi, serta menggunakan informasi dari internet dan media digital lain secara cerdas. 

Sayangnya, tingkat literasi di kalangan mahasiswa saat ini masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan survei Alvara Research Center (2021), hanya 27,8% mahasiswa Indonesia yang memiliki literasi digital di level intermediate. Artinya, mayoritas masih berada pada level basic dan advanced.

Rendahnya literasi digital berdampak buruk bagi mahasiswa. Mereka rentan percaya pada informasi bohong (hoaks) yang beredar luas di media sosial dan internet. Akibatnya, terjadi penyebaran hoaks yang makin masif di kalangan mahasiswa. 

Selain itu, minimnya kemampuan berpikir kritis dan analitis juga berpotensi membuat mahasiswa terjebak arus informasi tanpa bisa memilah mana yang valid dan berkualitas (Rachman, 2021). Waktu dan tenaga pun terbuang percuma hanya untuk mengonsumsi konten digital yang tak bermanfaat.

Padahal, sebagai agen perubahan dan pemimpin masa depan, mahasiswa dituntut memiliki literasi digital yang memadai. Mereka harus bisa memanfaatkan teknologi dan informasi untuk hal-hal positif dan produktif. Bukan malah terjerumus pada dampak negatifnya.

Lantas, apa solusi untuk meningkatkan literasi digital mahasiswa di era serba modern ini? 

Pertama, literasi informasi dan media perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum perkuliahan di seluruh perguruan tinggi. Dengan pendampingan dosen, mahasiswa bisa terlatih untuk mencari, memilah, dan menggunakan informasi secara bijak (Nurjannah, 2022).

Kedua, perpustakaan kampus perlu dibuat lebih interaktif dan modern. Perpustakaan bisa menyediakan beragam koleksi digital selain koleksi fisiknya. Pelatihan melek digital dan informasi yang berkala juga penting untuk ditambahkan.

Ketiga, dosen dan civitas akademika lain perlu memberi teladan dengan menyebarkan informasi yang valid dan kredibel di media sosial. Mahasiswa perlu diajarkan bagaimana menggunakan media sosial dan internet secara bijak.

Keempat, kampus perlu menerapkan kebijakan dan aturan main terkait etika dan tanggung jawab penggunaan media sosial bagi segenap civitas akademika. Aturan ini penting agar literasi digital terinternalisasi dalam budaya akademik.

Kelima, kolaborasi antar kampus dan pemangku kepentingan juga diperlukan. Misalnya, kementerian terkait bisa menggelar kampanye nasional mengenai pentingnya literasi digital untuk menjangkau lebih banyak pemuda dan mahasiswa.

Dengan berbagai upaya ini, diharapkan literasi digital mahasiswa Indonesia bisa meningkat. Mereka paham cara memanfaatkan teknologi dan informasi untuk hal-hal positif, bukan malah terperangkap konten berbahaya. Generasi muda bijak berinternet adalah kunci Indonesia tangguh dan maju di era digital.


Referensi:

Alvara Research Center. (2021). Survei Indeks Literasi Digital Indonesia 2021. Diakses dari https://alvara.co.id 

Nurjannah, N. et.al. (2022). Literasi Digital di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik, Vol. 26 (1), 55-66.

Rachman, A. et.al. (2021). Mind the Gap: Urgensi Peningkatan Literasi Digital di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Sosioteknologi, Vol. 20 (2), 282-293.

Komentar

Postingan Populer