Strategi Pencegahan Bullying Melalui Komunitas Kawan Baikku ; Essay Ilmiah Rifki Ambari Duila

(Essay ini berhasil membawa Rifki menjadi juara harapan 1 Lomba Essay Ilmiah dalam Indonesian Nursing Student Competition INSCO dengan kategori Kesesuaian tema)

“Komunitas Kawan Baikku” Sebagai Strategi Pencegahan Bullying pada Remaja

Oleh : Rifki Ambari Duila
 

Remaja memegang peran penting dalam komponen masyarakat. Mereka adalah anak-anak yang akan menjadi penerus, menjadi tongkat estafet penyambung segala hal baik dalam lingkup kecil keluarga maupun lingkungan masyarakat. Dengan demikian penting bagi kita untuk menjaga perkembangan dan pertumbuhan mereka, berupaya dan berusaha untuk membentuk mereka menjadi calon manusia dewasa yang lebih baik. Remaja merupakan anak-anak yang berada pada masa transisi atau masa peralihan. Hal tersebut menyebabkan mereka berada dalam proses pencarian jati diri. Di masa ini mereka yang berada pada lingkungan yang baik akan mendorong mereka menjadi pribadi yang baik begitu pula sebaliknya mereka yang berada di lingkungan yang dapat memberikan dampak buruk maka mereka akan terdorong untuk melakukan hal buruk. Seperti pepatah “mereka yang hidup di daerah penuh bunga akan semerbak bunga namun mereka yang hidup di air rawa akan semerbak rawa”. 

Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, yang seringkali diidentifikasi dengan perubahan fisik, emosional, dan sosial yang signifikan. Ini adalah fase kehidupan yang menarik, namun sering kali penuh dengan tantangan dan pertanyaan. Mengutip dari pengertian para ahli mengenai remaja yaitu Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi dan pencarian jati diri (RULMUZU 2021). Salah satu aspek yang paling mencolok dari masa remaja adalah perubahan fisik yang cepat dan signifikan. Pada masa ini, tubuh remaja mengalami pertumbuhan yang pesat, yang seringkali disertai dengan perubahan hormon. Hal ini dapat menyebabkan perubahan dalam penampilan fisik, seperti pertumbuhan kumis dan janggut pada pria, perkembangan payudara pada wanita, dan peningkatan tinggi badan secara umum. Perubahan ini dapat memengaruhi tingkat kepercayaan diri remaja dan cara mereka berinteraksi dengan orang lain. 

Selain perubahan fisik, remaja juga mengalami perubahan emosional yang kuat. Mereka seringkali mengalami fluktuasi suasana hati yang tajam dan menjadi lebih sadar akan perasaan mereka sendiri. Ini dapat menyebabkan konflik internal dan kesulitan mengatur emosi. Remaja juga menghadapi tekanan emosional dari tekanan akademik, masalah pertemanan, dan pertanyaan tentang masa depan mereka. Dalam fase ini, penting bagi remaja untuk memahami dan mengelola emosi mereka dengan baik, serta memiliki dukungan sosial yang memadai dari keluarga dan teman-teman. Selain perubahan fisik dan emosional, remaja juga mengalami penemuan identitas diri yang signifikan. Mereka mulai mencari tahu siapa mereka, apa nilai-nilai dan minat mereka, dan bagaimana mereka ingin dilihat oleh dunia. Proses ini dapat melibatkan eksperimen dengan gaya berpakaian, gaya rambut, dan ideologi. Remaja juga mulai mengeksplorasi hubungan romantis dan seksual, yang merupakan bagian penting dari pertumbuhan mereka. Penting bagi remaja untuk memiliki kesempatan dan dukungan yang memadai untuk mengeksplorasi identitas mereka dengan aman dan sehat (Saputro 2018).

Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada anak remaja adalah kesulitan mereka dalam mengambil tindakan, memilih apa yang akan mereka lakukan dan membuat batasan atas apa yang harus mereka lakukan. Hal ini disebabkan karena mereka dalam masa transisi yang membuat mereka masih bingung dalam melakukan apa yang semestinya mereka lakukan. Sehingga di masa ini anak remaja cenderung bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan atau sesuai dengan tuntutan lingkungan tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Hal tersebut mendorong mereka untuk menganggap dirinya tidak perlu dibatasi karena akan beranjak menuju usia dewasa. Mereka akan cenderung bertindak semena-mena dengan mengikuti keinginan mereka, memberikan candaan yang menyinggung, melakukan tindakan intimidasi karena menganggap dirinya tidak perlu dibatasi hingga tindakan lain yang dapat membahayakan dan merugikan orang lain. Tindakan seperti mengancam apabila tidak dituruti tindakan menghina yang berujung melukai secara verbal juga kerap diakukan.

Perilaku pada remaja yang di jelaskan diatas merupakan bentuk dari perilaku tidak baik yang disebut dengan bullying. Bullying sendiri dapat terjadi dimanapun, di lakukan oleh siapapun dan dalam tindakan yang berbeda-beda. Bullying atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai perundungan, merupakan sebuah persoalan yang sangat serius pada anak-anak di hampir sebagian besar anak di dunia. weus (1999) menjelaskan bullying seumpama masalah psikososial. Yang dialami oleh seseorang, masalah ini ditandai dengan cara mengejek dan merendahkan anak lain secara berulang- ulang dengan efek negatif terhadap pelaku dan korban bullying di mana pelaku memiliki kekuatan yang lebih dibandingkan korban. (Kartika, Darmayanti, and Kurniawati 2019).

Laporan yang dikeluarkan oleh UNESCO pada bulan Oktober 2018 berdasarkan Global school-based Student Health Survey (GSHS) yang melibatkan 144 negara menjelaskan bahwa 16.1% anak-anak di dunia pernah mengalami perundungan secara fisik. Sebuah penelitian di Hong Kong mengungkapkan bahwa ada 70% dari 1.800 siswa pernah menjadi korban perundungan di sekolah (Syed, 2018). Data-data tersebut jelas menunjukkan bahwa peristiwa dari perundungan ini merupakan sebuah persoalan yang sangat serius dan perlu di antisipasi. (Borualogo and Gumilang 2019).

Sementara di Indonesia peristiwa bullying bukanlah lagi hal yang baru, Kita bahkan sering mendengar di berbagai media mengenai kasus kekerasan yang di sebabkan oleh bullying, beberapa kasus depresi bahkan sampai kepada bunuh diri. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terdapat 37.381 kasus bullying terjadi di Indonesia, terhitung sejak tahun 2011 sampai 2019. Sebesar 6,62% terjadi di lingkungan sekolah pada anak-anak (Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2019). Sementara Berdasarkan data KPAI pada tahun 2022 ada 226 kasus kekerasan fisik, psikis termasuk perundungan (Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2022) . Ini termasuk angka yang cukup besar dan perlu perhatian dari berbagai pihak yang terkait terlebih kasus-kasus ini terjadi pada anak usia remaja. (Borualogo and Gumilang 2019).

Bullying tak ada bedanya seperti hukum rimba dimana seseorang atau sekelompok orang yang memiliki pengaruh besar dapat menindas, menyakiti bahkan melukai secara verbal orang-orang yang berada dibawahnya. Anak-anak remaja yang masih labil dan masa transisi ini dapat melakukannya berulang kali bahkan dapat dijadikan sebagai sebuah kebiasaan yang buruk dan sangat merugikan orang lain. Kebiasaan untuk melakukan bullying ini sangat mempengaruhi masa depan seorang anak. Mereka yang menjadi pelaku akan dapat bersikap demikian, memupuk kebiasaan menindas yang lemah hingga menyakiti mereka dapat menyebabkan si anak sebagai pelaku terancam untuk dipidanai dan tumbuh dengan sikap buruk. Sementara sebagai korban pelaku bullying akan sangat berdampak. Mereka yang menjadi korban dampak yang akan diperoleh seperti, gangguan mental, fisik, berkurangnya semangat untuk melakukan kegiatan sehari-hari, performa akademis menurun, takut untuk bersosialisasi akan mengalami trauma yang berkepanjangan, penurunan rasa percaya diri hingga mengurung diri dan berujung depressi lalu bunuh diri. (Saputra et al. 2022). 

Hasil Riskasdes 2013 dan 2018 menyatakan bahwa penduduk usia 10 tahun keatas mengalami gangguan mental emosional yang memiliki gejala kecemasan dan depresi meningkat dari 6% (2013) menjadi 9.8%(2018). Hasil Riskasdes juga melaporkan kelompok umur remaja 15-24 tahun memiliki prevelensi depresi lebih tinggi (6.2%) dibandingkan kelompok umur dewasa muda (24-34 tahun) dengan (5.4)%. Di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sekitar 3-6%, Anak usia remaja mengalami depresi berat yang menyebabkan perilaku bunuh diri pada remaja (Renaldo and Suryani 2020).

Berita mengenai jumlah korban perundungan ini masih bersifat terbatas dan selalu mengalami kenaikan, karena pada dasarnya laporan-laporan tersebut didapatkan dari para korban yang mengalami perundungan sementara tidak semua korban yang mengalami perundungan mampu dan bersedia untuk melaporkan kejadian bullying atau perundungan yang mereka alami. Mengingat perundungan merupakan kasus yang sangat serius dialami oleh setiap orang terlebih pada anak remaja, serta masih terus terjadi dan sering memakan korban maka perlu adanya strategi yang matang untuk melakukan pencegahan terhadap fenomena bullying ini. Fakta-fakta dan permasalahan diatas jelas mengatakan bahwa perilaku bullying ini harus ditangani dengan sesegera mungkin.

Faktor penyebab bullying pada komunitas remaja dipengaruhi oleh banyak aspek, namun terdapat tiga faktor yang menjadi faktor penyebab bullying pada komunitas remaja sering terjadi yaitu: (1) pengaruh dari teman sebaya yang sering mengajak bahkan mendukung tindakan bullying. Karena remaja merupakan masa dimana anak mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungaan disekitarnya terutama teman sebaya, sehingga anak remaja cenderung untuk mengikuti pergaulan yang dilakukan teman sebayanya meskipun hal yang negatif hingga sampai ketindakan bullying (2) Faktor Latar belakang ekonomi mempengaruhi terjadinya perilaku bullying pada remaja, rata-rata remaja yang mengalami perilaku bullying adalah remaja yang ekonominya kurang, tetapi ada juga yang ekonominya bahkan mencukupi juga bisa memicu terjadinya perilaku bullying. Mereka yang ekonominya rendah akan berbuat apapun untuk mendapatkan uang termasuk pada pemalakan yang berujung pada tindakan melukai secara verbal. Sementara mereka yang memiliki kehidupan ekonomi cukup akan merasa diriya di atas dan mudah mengucilkan mereka yang berada di bawah level mereka (3) Faktor Fisik juga menjadi alas an seseorang melakukan tindakan bullying. Komentar tentang penampilan seseorang mungkin dianggap sebagai hal yang wajar dan menjadi bentuk keakraban, sekadar basa-basi atau bercanda. Padahal, segala bentuk pernyataan negatif mengenai bentuk tubuh dan berat badan seseorang, yang kini populer dengan istilah body shaming termasuk salah satu bentuk bullying. Body shaming sendiri merupakan tindakan mengejek atau menghina dengan mengomentari fisik (bentuk maupun ukuran tubuh) dan penampilan seseorang baik secara langsung atautidak langsung. (4) Faktor Kepribadian Diri. Sebagian remaja menjadi target bullying karena berasal dari latar belakang etnik, keyakinan, ataupun budaya yang berbeda dari kebanyakan remaja di lingkungantersebut. Sebagian remaja yang lain juga menjadi target dikarenakan mereka memiliki kemampuan atau bakat istimewa. Seseorang dengan karakter yang tidak baik cenderung akan lebih mudah untuk melakukan bullying.(Fikri et al. 2022).


Dari latar belakang terjadinya bullying di atas jelas sekali pengaruh dari lingkungan itu sangat besar, baik secara lingkungan social maupun lingkungan keluarga. Sehingga disini peran orang tua dan masyarakat luas sangat diperlukan. Edukasi dan kesadaran atas bahayanya bullying harus segera di sampaikan dan disebarluaskan, sehingga keluarga dan masyarakat dapat bersama membantu menekan angka perilaku bullying dan pastinya menekan angka korban bullying semakin bertambah. Seperti penilitian terdahulu yang dilakukan oleh Yasherly Bachri dkk (2021) bahwa edukasi dan juga penyuluhan kesehatan mengenai bullying pada remaja akan meningkatkan pemahaman mereka terhadap perilaku bullying dan mencegah remaja menjadi pelaku bullying. (Bachri et al. 2021).

Berbicara mengenai strategi pencegahan bullying kita bisa mulai dengan mengajak para remaja bahkan masyarakat untuk memberi edukasi serta pemahaman mengenai bahayanya perilaku bullying. Salah satu jawaban yang dapat dijadikan solusi untuk mencegah perilaku bullying yaitu melalui “komunitas kawan baikku”. Komunitas kawan baikku merupakan sebuah komunitas sosial yang bertujuan untuk menekan terjadinya perilaku bullying. Komunitas ini bergerak dengan mengumpulkan para remaja untuk bersama-sama memberikan edukasi, perlindungan serta menjadi wadah untuk menyuarakan anti bullying atau anti perundungan pada remaja. Komunitas ini memiliki sasaran yang sangat tepat dan jelas yaitu kepada anak remaja baik bagi remaja yang menjadi korban, pelaku maupun bukan korban dan juga pelaku. 

Komunitas ini bergerak dengan menyuarakan anti bullying dengan melalui media sosial maupun secara langsung kepada remaja. Salah satu inovasi yang menjadi strategi dari langkah pencegahan bullying yaitu dengan project kampanye “Be a Good Friend”. Program kampanye ini bertujuan untuk mencegah terjadinya perilaku bullying, mengajak orang-orang melalui komunikasi yang baik dan memberikan pemahaman mengenai perlunya pencegahan perilaku bullying yang masih terus terjadi dan masih belum terdeteksi lebih lanjut terhadap berapa korban yang masih mendiamkan diri atas perilaku bullying tersebut. Kampanye ini dijalankan dengan memberikan status "Good Friend" yang diharapkan dapat menarik target. Sementara tagline kampanye ini adalah “Berhenti merundung, mari saling melindung, “Karena Kami, Butuh Kamu”.

Melalui media sosial, kampanye "Be a Good Friend" dapat menjangkau remaja dengan lebih luas dan efektif. Penggunaan hashtag #goodfriend dapat membantu target untuk lebih familiar dengan kampanye ini. Selain itu, kampanye ini dapat menggunakan konten visual yang menarik dan kreatif seperti gambar, video, dan animasi untuk menarik perhatian target. Dengan mengunggah konten-konten edukasi pada beberapa platform media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan TikTok. Konten-konten tersebut bisa berupa ajakan dan juga edukasi yang bisa berbentuk video, gambar, website dan juga kata-kata ajakan yang dapat mendorong para remaja. Dalam konten-konten tersebut secara langsung di masukkan makna Bahayanya Bullying terhadap kesehatan seseorang terlebih pada kesehatan mental seseorang. Bentuk konten-konten ini di buat sekreatif mungkin serta serelated mungkin dengan kenyataan dan keadaan yang ada agar lebih mudah dipahami, dimengerti bahkan mampu di ambil pelajarannya. 

Sementara itu melalui edukasi dan penyuluhan secara langsung, program ini dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan mengenai bullying terhadap kesehatan seseorang dan juga menjelaskan mengenai cara pencegahan bullying itu sendiri. Penyuluhan ini tidak hanya dilakukan di sekolah-sekolah saja akan tetapi diluar lingkungan sekolah pula agar pemberian edukasi bullying ini dapat merata. Dalam kampanye secara langsung ini bisa dengan menggunakan alat bantu berupa Poster, Booklet ataupun alat bantu lain yang dapat menunjang. Kampanye “Be a good friend” bertujuan untuk mendorong masyarakat untuk menjadi kawan baik, dalam mencegah perilaku bullying, menolong korban bullying dan membantu memberikan edukasi kepada pelaku bullying.

Dua cara dalam program kampanye “Be A Good Friends” diatas sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fransisco, dkk (2023) menjelaskan dalam hasil penelitiannya mengatakan bahwa berdasarkan hasil feedback dari penelitian yang mereka lakukan kepada siswa/siswi SMK Kartini Batam dengan menggunakan metode observasi lapangan, penayangan video dan penyebaran poster yaitu dengan materi yang menarik, jelas, mudah dipahami dapat menambah wawasan baru, dan juga animasi dan pengeditan video yang kreatif dapat mempermudah para Siswa/siswi SMK Negeri Batam memahami materi. Design dan poster yang menarik membuat maknanya lebih mudah di ingat. Selain itu, tips-tips yang diberikan sangatlah berkesan. (Francisco et al. 2023)

Dari hasil penelitian dalam jurnal di atas sangat jelas sekali, bahwa program kampanye yang memiliki sasaran jelas serta metode juga cara penerapan yang baik dapat memberikan kesan dan juga dampak pada orang-orang yang mengikuti juga yang menjadi sasaran dalam kampanye tersebut. Sehingga dampak tersebut dapat mendorong mereka dan memotivasi mereka menjauhi bahkan tidak melakukan perilaku bullying tersebut. 

Dalam kampanye “Be A Good Friends” ini, pesan yang disampaikan haruslah jelas dan mudah dipahami oleh target. Pesan kampanye harus mengajak target untuk menjadi teman sejati dan mencegah bullying di lingkungan sekolah. Selain itu, kampanye ini juga dapat memberikan informasi dan sumber daya yang berguna bagi target untuk mengatasi bullying. Kampanye ini pula tidak menitik beratkan pada bagaimana mencegah korban terus bertambah tapi juga mencegah bertambahnya pelaku. Dalam program ini kita bisa merangkul korban dan pelaku, memberikan perlindungan pada korban dan memberikan edukasi kepada pelaku.

Sasaran lainnya juga di terapkan kepada masyarakat secara keseluruhan. Dengan memberikan edukasi dan penyuluhan yang bersifat ramah terhadap masyarakat diharapkan mampu untuk mendorong masyarakat ikut andil dalam mencegah perilaku bullying. Agar terbentuk perilaku sosial yang saling mendukung dan melindungi apabila perilaku bullying itu terjadi. Sehingga dengan demikian komunitas ini dapat menjadi salah satu langkah preventif dalam menekan angka kasus dan korban bullying di Indonesia. Dan jelasnya program kampanye dari komunitas ini tidak hanya dilakukan sekali, akan tetapi berlanjut dengan diseuaikan dengan keadaan hingga tidak ada lagi korban dari perilaku bullying. Komunitas ini pula tidak hanya bergerak dengan program kampanye untuk menyuarakan dan mengedukasi remaja akan tetapi komunitas ini juga dapat menjadi wadah bagi para korban bullying yang membutuhkan tempat untuk berbagi cerita, serta tempat untuk membantu para remaja yang bisa menjadi calon pelaku untuk terlepas dari hal-hal yang dapat menyebabkan dirinya melakukan perilaku bullying. 

Seperti penelitian terdahulu yang sudah di lakukan oleh Hesti Wulandari (2022) melalui telaah literature bahwasannya ada keektifan dalam mencegah perilaku bullying pada remaja melalui komunitas. Hal tersebut di buktikan dengan banyaknya komunitas yang berhasil melakukan pencegahan perilaku bullying terhadap remaja. Baik dengan menggunakan metode-metode seperti ceramah, edukasi, konseling dan sebagainya. (Wulandari 2022). Untuk mengetahui keberhasilan dari kinerja komunitas ini, kita dapat melakukan survey kembali terhadap para remaja entah yang tergabung di dalamnya ataukah para remaja di luar dari komunitas ini. Bisa pula dengan melakukan pemeriksaan data perkembangan korban bullying yang di dapatkan dari instansi-instansi terkait seperti KPAI (komisi perlindungan anak Indonesia). 

Bullying adalah perilaku yang harus diperhatikan dan dihentikan, angka korban yang semakin bertambah dan masih belum terdeteksi harus segera di tekan. Sehingga perlu adanya langkah dan strategi yang harus di lakukan segera dan secepatnya. Seperti kata pepatah “Masa depan anak tergantung dari masa kininya, semakin buruk pengaruh yang didapatkan di masa dia mencari jati diri maka masa depannya juga semakin terancam. Namun semakin baik masa kininya masa depannya akan semakin terjamin. Penting untuk kita memberikan dampak dan pengaruh terhadap remaja, agar ia terbebas perilaku yang mengancam masa depannya”. Untuk itu komunitas kawan baikku ini dapat menjadi langkah preventif yang bisa digunakan untuk menekan angka korban dan mencegah perilaku bullying terus berkembang biak di masyarakat terkhususnya pada anak usia remaja

Referensi :

Bachri, Yasherly, Marizki Putri, Yuli Permata Sari, and Ropika Ningsih. 2021. “Pencegahan Perilaku Bullying Pada Remaja.” Jurnal Salingka Abdimas 1(1): 30–36.

Borualogo, Ihsana Sabriani, and Erlang Gumilang. 2019. “Kasus Perundungan Anak Di Jawa Barat: Temuan Awal Children’s Worlds Survey Di Indonesia.” Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi 6(1): 15–30.

Fikri, Rafi Nurul, Amrina Tarjaba Rasyada, Elza Hikmala Dewi, and Fany Safytra. 2022. “Solusi Mengatasi Fenomena Bullying Pada Komunitas Remaja.” Proceeding Conference on Psychology and Behavioral Sciences 1(1): 78–89.

Francisco, Leo et al. 2023. “KAMPANYE TENTANG BULLYING DAN HATE SPEECH DI SMK KARTINI BATAM.” Jurnal PKM: Pengabdian kepada Masyarakat 06(01).

Kartika, Kusumasari, Hima Darmayanti, and Farida Kurniawati. 2019. “Fenomena Bullying Di Sekolah: Apa Dan Bagaimana?” Pedagogia 17(1): 55.

Renaldo, Eduardo, and Eva Suryani. 2020. “Gambaran Gangguan Mental Emosional Pada Penduduk Desa Banfanu, Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.” Jurnal Biomedika dan Kesehatan 3(2): 49–57.

RULMUZU, FAHRUL. 2021. “Kenakalan Remaja Dan Penanganannya.” JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) 5(1).

Saputra, Donal et al. 2022. “Pengaruh Cyberbullying Terhadap Kesehatan Mental Remaja.” Cenderawasih Journal of Counseling and Education 1(2): 86–94.

Saputro, Khamim Zarkasih. 2018. “Memahami Ciri Dan Tugas Perkembangan Masa Remaja.” Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama 17(1): 25.

Wulandari, Hesti. 2022. “Intervensi Keperawatan Berbasis Komunitas Dalam Mengatasi Bulying Pada Remaja: Telaah Literatur.” Skripsi: 12–26.

Komentar

Postingan Populer