Kartini Modern ada di Setiap Sudut Desa Kita
Hai teman-teman! Hari ini, 21 April, kita merayakan Hari Kartini. Biasanya kita melihatnya sebagai hari di mana anak-anak sekolah pada dandan pake kebaya, atau kita posting foto cantik pake caption quote Kartini di sosmed. Tapi kali ini, aku mau sharing sedikit tentang Kartini versi "keseharian" yang ada di sekitar kita — terutama tentang ibuku dan sebagian ibu-ibu di kampung yang menurutku adalah Kartini-Kartini masa kini.
Ibuku, Petani yang Mimpinya Setinggi Langit
Kalian tahu tidak? Ibuku cuma tamatan SD. Dia terlahir di keluarga yang tidak begitu mampu dan harus bantu keluarga bertani sejak kecil. Tapi ada satu hal yang selalu dia tekankan ke aku dan saudari-saudariku dan yang selalu ku ingat adalah: "Sekolah tinggi-tinggi, Nak. Jangan seperti Ibu dan Bapak, biar ibu dan bapak megangnya cangkul dan parang, kalian harus megangnya pena dan buku. Biar susahnya bapak dan ibu tidak kalian rasakan"
Kadang aku suka memperhatikan tangan ibuku yang kasar karena kerja di kebun. Pagi-pagi buta sudah bangun, menyiapkan sarapan buat keluarga, terus pergi ke kebun sampai sore. Pulangnya masih harus mengurusi rumah dan keluarga. Super woman sekali kan? Meski sekarang sudah jarang ke kebun sebab kami sudah sering melarangnya, faktor usia dan juga sudah tidak lagi tahan dengan keletihan.
Ibuku mungkin nggak pernah baca surat-surat Kartini atau tahu tentang feminisme, tapi dia punya spirit yang sama persis: keyakinan bahwa anak-anaknya bisa dan HARUS punya pilihan lebih banyak dalam hidup lewat pendidikan.
Kartini-Kartini di Balik Kehidupan Desa
Di kampungku, ada banyak ibu-ibu yang mirip ibuku. Mereka nggak punya gelar sarjana atau jabatan tinggi, tapi perjuangan mereka nggak kalah heroik.
Mereka nggak pernah terkenal atau masuk berita. Tapi buat aku, mereka adalah pejuang emansipasi wanita versi lokal dan nyata. Mereka banyak yang tidak lahir dari keluarga yang mumpuni dan mapan, tapi mereka punya semangat untuk memutuskan roda kemiskinan yang mereka rasakan bertahun-tahun melalui pendidikan.
Spirit Melawan yang Tidak Pernah Padam
Yang paling aku kagumi dari ibu-ibu desa ini adalah spirit melawan mereka. Melawan apa? Melawan keterbatasan!
Waktu SD, aku pernah mau menyerah karena nilai salah satu mata pelajaranku jatuh. Malamnya aku menangis, dan bilang ke ibuku kalo aku mau berhenti sekolah. Tau apa yang ibuku bilang?
"Kamu pikir Ibu capek-capek di kebun buat lihat anak Ibu nyerah? Hidup memang susah, Nak. Tapi kalo kamu mau hidup lebih baik, ya harus lebih kuat dari kesusahan itu."
Boom! Reality check banget kan? Hehe.
Ibuku dan ibu-ibu desa lainnya mungkin nggak bisa ceramah tentang glass ceiling atau quote bahasa Inggris keren tentang girl power. Tapi mereka mengajarkan feminisme lewat tindakan nyata setiap hari: kerja keras, pantang menyerah, dan terus berharap generasi anak perempuan mereka bisa hidup lebih baik.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Di tengah hiruk pikuk dunia sosmed yang kadang bikin pusing dengan standar kesuksesan yang macem-macem, aku suka balik ke prinsip sederhana yang aku pelajari dari ibuku:
- Pendidikan itu harta yang nggak bisa dicuri. Ibu selalu bilang, "Belajar yang pintar. Ilmu itu ringan dibawa, tapi bisa bawa kamu kemana-mana."
- Kemandirian itu kekuatan. Ibu-ibu di desaku nggak nunggu ditolong. Mereka menciptakan solusi dari keterbatasan.
- Solidaritas perempuan itu nyata. Ibu-ibu di desa saling bantuin ngurusin anak, berbagi rezeki, dan support satu sama lain.
Kartini 2025: Ada di Setiap Kita
Menurutku, spirit Kartini nggak harus dirayakan dengan cara yang mewah atau formal. Kadang justru kita bisa nemuin Kartini di tempat-tempat yang nggak kita sangka:
- Di dapur rumah tetangga, dimana seorang ibu mendorong anak perempuannya untuk kuliah
- Di warung kecil milik ibu-ibu yang berani ambil kredit untuk kembangkan usaha
- Di kelompok tani wanita yang berani coba teknik pertanian baru
Jadi di Hari Kartini ini, aku mau kasih appreciation buat semua Kartini-Kartini modern yang nggak pernah masuk headline berita tapi impact-nya bener-bener kerasa di kehidupan kita.
Khusus buat ibuku tercinta: Makasih ya, Bu. Berkat perjuanganmu, aku bisa ngetik blog ini sekarang. Kalau dipikir-pikir, perjuangan Kartini jadi berhasil karena ada banyak "Ibu" sepertimu yang terus meneruskan semangatnya ke anak-anaknya.
Gimana menurut kalian? Ada cerita tentang sosok Kartini modern di sekitar kalian juga? Share di kolom komentar ya!
"Bukan gelar atau titel yang bikin seseorang jadi Kartini. Tapi keberanian untuk bermimpi dan berjuang — seperti ibu-ibu kita."
Komentar
Posting Komentar