Kehilangan dan Gemuruh Juga Maknanya.

 


Aku ingin menyapa satu dua jiwa yang paling tidak bisa berbicara soal kehilangan. Dan jika kamu berpikir hidupmu saat ini penuh dengan "kehilangan" izinkan aku membagikan satu hal. 


Kita semua punya bagian dalam diri kita yang suka memeluk orang-orang yang kita cintai, bagian yang selalu menyimpan tempat bagi orang-orang yang kita cintai, it's a human things. dan tempat-tempat itu selalu kalian tata rapih, bahkan berantakan sekalipun kalian bereskan dengan baik tanpa omelan. Membuatnya seindah mungkin untuk di tempati oleh "orang-orang yang kalian sebut bagian dari hidup kalian, agar betah dan bertahan lama"


Kemudian saat kau rawat tempat itu baik-baik hingga bertahun-tahun lamanya, sampai kau mengandai-andai bahwa tempat itu selamanya akan di tinggali mereka, bahwa tempat itu abadi bersama mereka. Sampai kamu menyediakan banyak sekali list untuk nanti kamu realisasikan bersama mereka. Bahkan untuk hal yang mustahil, menjelajahi semesta, mengunjungi banyak planet-planet unik nan indah, membangun satu istana untuk di tempati bersama. 


Tapi pada satu hari paling malang, saat kau terbangun bersama kicau burung di pagi hari kamu menjumpai berita paling menyakitkan bak awan mendung yang menutupi cerahnya pagimu itu, gemuruh memenuhi setiap sudut ruangmu, langit cerah berubah mendung, guruh dan petir menyambar merubah langit-langit kamarmu yang indah itu menjadi pemandangan paling mengerikan. 


Kau menjumpai satu kabar bahwa orang yang menempati tempat khusus di hatimu itu terpilih dan memilih melanjutkan perjalanannya. Melanjutkan hidupnya di satu tempat yang ia mau atau ia butuh. Memilih dan terpilih melanjutkan ceritanya di satu tempat yang menjadi tempat ia beristirahat atau mengabadi di dalamnya.


Dan saat itu, hatimu tak bisa dijelaskan betapa gemuruhnya ia, kepalamu penuh dengan serangan pertanyaan yang melumpuhkan tempurung lututmu. Mulut mu keluh sejenak, dan cuaca buruk di langit-langit kamarmu mulai masuk melalui matamu, jiwamu penuh guruh, kilat menyambar dan hujan deras keluar dari matamu, saking deras hingga kamu tidak bisa menghentikannya. Saat itu kamu mencoba sekuat tenaga memeluk dia yang kau rasa waktunya tak lagi lama dalam dekapmu. Memeluk lebih lama, lebih erat bahkan tak mau kau lepas barang sedetikpun.


Kamu mencoba menahan, tapi apa gunanya tanganmu yang gemetar dan tubuhmu yang tak lagi bertenaga. Kamu memilih menyerah meski isak tangismu tak kunjung berhenti, bahkan airmatamu sudah bukan lagi butiran air tapi kumpulan penyesalan dan pengandaian. 


Kamu mengatakan, ”duniamu sedang hancur”. List yang kau buat untuk mengunjungi tempat-tempat unik dan membangun duniamu bersamanya serasa hilang. 


Berhari-hari menjalani hidup tanpa semangat, mendung masih saja diatas kepalamu meski nyatanya terik menusuk kulit. Berhari-hari menolak realita, orang-orang menyemangati tak kau hirau. Mereka hanya mencoba membuatmu tenang, membuatmu lebih paham.


Hingga pada satu titik kamu menyadari satu hal. ”Bahwa hidup adalah sebuah perjalanan”. Kalimat klasik yang entah di ciptakan oleh siapa itu perlahan menyadarkanmu. Kamu mulai sadar bahwa meratapi segala yang telah pergi adalah sebuah cuma-cuma yang membuang pikiran juga tenaga. Kamu mulai sadar bahwa hidup memang adalah sebuah perjalanan, dan setiap yang berjalan akan menjumpai, di jumpai dan kemudian berlalu melewati. Siklusnya seperti itu. Tidak ada yang benar-benar menetap selamanya di kehidupan ini. Jika ia menjanjikan itu maka jika ia tak meninggalkanmu maka kau yang akan meninggali dia. Sederhana, tapi itu adanya. 


Saat kau sadar dan tak lagi meratapi meski melalui banyak hal tak berarti. Kamu mencoba untuk menguatkan diri sendiri, meyakinkan bahwa "iya, ini hidup. meminta abadi memang harus tapi perihal abadi tak akan ada di dunia ini. iya, ini hidup. akan ada yang menjumpai dan berakhir dilalui. mungkin jalanku kini tengah melalui seseorang yang kita cintai setelah kita temui ia, dan tak perlu meratapi bahkan hampir mati, sebab inilah hidup”.


Kamu membereskan berantakannya tempat yang kau acak-acak sebab marahmu itu dan tidak terima itu. Membereskannya, mengusir mendung dan mencoba memecah mentari di atas kepalamu. Kamu menjalani hari tanpa melupakannya. Ya, tidak meratapinya bukan berarti melupakannya. 


Sebab bagaimanapun hidup ia akan terus berjalan tak memikirkan kamu siap atau tidak. Perihal kehilangan memang berat, tapi jalani saja sampai tiba pada masanya kamu menjadi mengerti sembari berkata "oh iya, inilah hidup, inilah jalannya".

Komentar

Postingan Populer